Archive for 2015

sometimes i re-read our old conv just for recalling your voice as if you talk to me.

and the sad part is,
it works.

totally works.

saling membelakangi, namun masih saling menoleh.

Sebuah Akhir Perjalanan

"Perahu itu akhirnya karam bersama ombak, meninggalkan serpihan kayu yang enggan disatukan."

i do have nothing to say because my half-soul has gone to nowhere. goodbye, you. thank you for everything. like everything. 

Aku Bisa Apa?

"Seseorang dikirimkan Tuhan kepada kita, terkadang bukan untuk tinggal, tapi sekadar lewat dan mematangkan logika. Dia yang datang dan pergi tanpa pamit, tapi meninggalkan remah roti di selamat-tinggal-nya."

Dua kalimat yang tiba-tiba kubaca. Dan, ya, kebetulan cocok dengan keadaanku saat ini. Hubungan kami di ujung tanduk, sedikit lagi tertiup angin lalu jatuh. Karena kebodohanku yang tidak kenal waktu, maaf. Tadi malam, aku membuat kekacauan bagai angin topan yang menghamburkan segala apa yang menghalanginya. Semuanya berantakan. Saya bodoh. Saya tidak berpikir panjang semalam. 

Siapa yang mengira, berawal dari kok dia nge-mention kamu ginian? sekarang berakhir menjadi daripada diterusin kamu gaada percayanya sama aku. Siapa yang mengira tarikan hembusan nafas bisa sekaligus jadi pisau lempar yang siap mengenai siapa saja?

Daun yang jatuh dari dahan juga tidak akan pernah mengira pada akhirnya mereka akan terinjak-injak oleh pejalan kaki yang lalu lalang. Demikian pula aku, yang hampir 24 jam yang lalu menanyakan hal sepele berakhir dengan keputusasaan dia terhadapku.

Aku pernah berangan-angan, mungkin hanya dia yang mengerti proses belajarku. Tapi ternyata, ia jengah juga. Mungkin ia tidak sabar melihat aku yang sempurna baiknya. Aku masih aku, aku adalah aku, dan aku selamanya aku. Aku berusaha dewasa bersama waktu, yang ternyata waktuku sendiri, bukan waktunya. Ia mungkin merasa sejengkal waktu ini adalah perjalanan dari bumi ke planet pluto. Entah, waktu adalah relatif.

Atau mungkin ia lelah sudah bersabar dengan kelakuanku yang katanya curigaan ini. Menurutku aku belum menumpahkan airnya, namun lagi-lagi ia menganggapku menumpahkan semua airnya dan memecahnya hingga keping-keping.

Segala proses kutapaki dengan segala pecahan kaca diantaranya, tapi kamu masih mengiraku duduk santai di kursi kapuk. 

Kamu bilang kamu lelah, tapi aku sudah berdarah. Aku tidak pandai membela, tapi kamu terus mendorongku ke jurang. 

Aku bisa apa?

there are always people who underestimate you no matter what you do, either good or bad.

but,
the point is do not fall too deep into it. get up and catch your dream!


kita adalah satu perahu
yang tidak mampu mengendalikan ombak
yang mencari ketenangan
di tengah laut yang marah

arus terus membawa
ombak terus menerpa
angin terus berhembus
semakin jauh
semakin keras
semakin kencang
hingga daratan hanya serpihan kenangan

dan kita masih di sini
dengan perahu yang masih kokoh
menatap matahari yang mulai lelah
dan siap untuk tidur




Hi, Fellas.

Sebulan sudah semenjak aku kembali lagi ke kota perjuangan, Bandung.
Hari-hari paling melelahkan sepanjang hidupku. Elda capek. Hari yang aku habiskan lebih banyak untuk keperluan kuliah, daripada my me-time. Aku rindu waktu untukku sendiri, untuk bersenang-senang, atau sekedar menikmati 30 menit tanpa memikirkan tugas apapun. Memandangi dinding kamar yang sepi tanpa bayang-bayang deadline. It kills my brain. Hampir nyerah, but thank God i am still alive.

Rindu. 
Aku juga rindu tidur nyenyak. Sebulan ini, aku cuma tidur 4 jam sehari. Pernah, sih, 5 jam tidur, but i forget when it was. Bangun tidur jam 7 pagi (sering banget kelewat subuh and it made me feels like kafir everytime i lost my subuh), tidur jam 3 pagi. Sempet nangis sendiri di kamar karena gatahan sama cape yang gabisa diredakan. Sempet pingin mundur dan nyerah sama semuanya, tapi aku sadar aku bukan pengecut. Semua ini pilihan dan aku yakin Allah yang menggiringku kesini, dan semua cerita yang akan aku lalui adalah alur kehidupan yang terbaik. I do believe in it.

Senang.
Aku senang dan nyaman dengan kamar kost sendiri. Lebih banyak waktu menikmati lagu-lagu yang aku banget tanpa perlu khawatir orang lain akan bosan. Aku mengisi kamar dengan barang-barang semauku tanpa perlu cemas ada yang kecewa dengan tata letaknya. Aku senang karena Allah lagi-lagi mengajarkan ikhlas yang sesungguhnya. Dan janji Allah sungguh nyatanya. Alhamdulillah.

Sedih.
Aku sedih jauh dari keluarga dan koko. Aku rindu mereka semua. Hari-hari kulewati dengan rindu yang menggantung tanpa sempat dipatahkan oleh pertemuan. Aku sedih, arah hidupku belum jelas, sejak kampus impianku menolakku mentah-mentah. Aku tidak tau berjalan kemana, hanya mengikuti remah-remah yang berserakan dijalan. Dan remah-remah masih mengantarku pada detik aku menulis kata ini sampai detik kamu membaca tulisan ini.

Kecewa.
Aku kecewa pada diri sendiri. Heran mengapa akhir-akhir ini malas belajar, tidak ada semangat belajar. Aku cuma ingin pulang. Namun, aku sudah disini. Terlalu jauh untuk memutar. Kecewa pada beberapa hal yang tidak sesuai perkiraan.

Semua hal ini membuatku utuh seperti manusia, tanpa aku menyesal sedikitpun atas apa yang telah dan akan terjadi. Hari-hari melelahkan mengajarkanku betapa hidup tak semudah mengedipkan mata dan semua akan terpenuhi seketika. Minggu-minggu yang memaksaku untuk sadar bahwa sudah saatnya untuk berpikir jauh kedepan, untuk masa depan yang lebih baik. Cheers.

Gagal Bukan Berarti Kalah.

9 Juli 2015 - Pengumuman SBMPTN

Tidak terasa sudah setahun yang lalu saya juga mengalami fase ini, pengumuman SBMPTN. Tahun lalu, saya ingat sekali, pengumuman jatuh pada tanggal 16 Juli 2014. Tepat sehari setelah hari ulang tahun saya. Hal yang kabar baiknya saya harap jadi kado terindah ulang tahun saya. Hal yang sempat saya anggap sungguh laknat dan traumatik setelah tahu hasilnya. Saya jadi ingat bagaimana perasaan saya ketika itu. Saya masih ingat betapa hati saya teriris sangat dalam karena tidak diterima di kampus impian saya sejak SD, Institut Teknologi Bandung. Saat itu bertepatan pula dengan bulan ramadhan, persis seperti tahun ini. Pengumuman juga bertepatan pukul 5 sore, beberapa menit menuju buka puasa. Saya membuka pengumuman itu sekitar 10 menit sebelum adzan maghrib berkumandang. Saat membaca tulisan 'Maaf anda tidak diterima.' yang muncul di layar laptop saya, butiran-butiran  air mata bergelinang dari sudut mata. Tidak deras, namun membasahi luka yang masih baru. Perih. Lagi-lagi saya gagal membahagiakan orangtua saya, ini sudah ketiga kalinya saya gagal masuk sekolah impian saya, batinku saat itu. Lalu, saya diam meratapi tulisan kegagalan itu sampai akhirnya adzan maghrib memecah lamunan.

Mama datang mengajak saya berbuka puasa dan ia bertanya 'gimana, kak?'.
Sambil tidak menatapnya, saya menjawab 'engga lagi, ma.'.
Suara saya buat setegar mungkin agar tidak terlihat sedih. Saya tidak mau terlihat terpukul karena kegagalan ini. Saya tidak berani menatap matanya yang akan kecewa bahkan lebih dalam daripada saya sendiri.
Namun setelah berbuka puasa, saya mengambil air wudhu dan bersimpuh di hadapan Allah yang Maha Segalanya dengan air mata yang sudah tidak dapat dibendung oleh apapun. Saya menangis sejadi-jadinya. Sejauh ingatan saya, saya hanya mengeluhkan segalanya.

Saya berusaha menghindari berkata 'Allah tidak adil' dan 'Allah tidak sayang saya', karena kata-kata itu hanya akan membuat Allah marah. Tangisan ini saya lepaskan bukan karena merasa Allah jahat dan sebagainya. Namun, seperti yang sudah saya tegaskan sebelumnya, saya gagal membahagiakan orangtua saya. Yang saya keluhkan saat itu adalah mengapa saya tidak kunjung diberikan kesempatan untuk melukis senyum bangga diwajah orangtua saya. Saya takut waktu saya tidak cukup lama untuk membahagaiakan mereka. Saya takut. Saya kecewa.

Setelah setengah jam bersimpuh, hati saya lega. Luka saya membaik, namun belum sembuh. Dan saya akhirnya memutuskan untuk berkuliah di Telkom University, Bandung. Jujur, saya lakukan ini agar bisa dekat dengan kampus impian saya. Walaupun saya hanya bisa mengagumi dari jauh.

Sudah setahun berlalu semenjak pengumuman itu, dan saya menyadari banyak hal.

Kegagalan SBMPTN saya saat itu bukan karena saya bodoh. Saya bukannya tidak belajar sama sekali atau menaruh harapan terlalu tinggi diatas kemampuan saya. Maaf, saya tidak sebodoh itu. Saya tahu sejauh apa kemampuan saya. Saya tahu berapa target yang harus saya capai untuk mewujudkan semua ini. Saya yakin itu. Saya ingat bagaimana perjuangan saya belajar. Saya menerjang hujan dan menyingkirkan lelah demi setitik ilmu yang bahkan tidak tentu keluar saat SBMPTN.

'Tetapi, apa yang membuat saya tidak diterima?' Pertanyaan yang berputar-putar di kepala saya selama ini.

This is where Allah plays His rules. Setiap manusia sudah menempuh jalan hidup masing-masing, yang tidak akan salah. Jalan yang rusak bukan berarti kita salah jalan, kan? All you have to do is believe in Allah. Just believe.

Seiring waktu berjalan, perih itu tidak hilang, bahkan sampai sekarang. Tapi saya percaya, saya belum sepenuhnya gagal. Allah pasti memberi saya kesempatan. Entah pada sekotak coklat atau mungkin pada sebuah warung sederhana di pinggir jalan yang akan membawa saya pada sukses yang sebenarnya. Wallahualam.

aku mencintaimu dengan tidak sengaja, namun tepat pada waktunya. aku mencintaimu dengan sederhana,

seperti daun yang jatuh dari dahan.

setelah setengah tahun kita berjarak, mungkin kau tak kunjung paham arti rinduku. percuma berkata, kau tak akan pernah paham. kau bilang kita saling mencintai, namun rindu hanya keluar dari bibirku. bibirmu? kaku seperti bambu. kau bilang kau juga rindu, namun kupikir jawabanmu hanya formalitas. aku rindu ketika kau bilang rindu duluan padaku. aku mencoba acuh untuk menunggu waktu itu, tapi kau tak kunjung datang. kau hanya diam, seperti biasa. aku tidak bisa yakin kau masih cinta, jika saat ketika berjarak, hatimu pun. aku ingin tidak peduli, tapi hati ini teriris bagaikan serut kayu. atau justru hatimu telah runtuh terkena gempa lalu puing-puingnya terbang entah kemana?

aku tahu kau lelah, namun setidaknya katakanlah kau rindu padaku meskipun aku tahu kau berbohong. buatlah aku merasa seolah-olah kau juga rindu padaku walaupun kenyataannya tidak sama sekali. luangkan satu menit terakhirmu sebelum terlelap, bahwa kau juga merindukanku. aku yakin kau lebih kuat daripada lelahmu, namun kau memilih kalah.

rinduku seperti tempat sampah di pinggir jalan, menumpuk dan terabaikan.
rinduku seperti dedaunan yang mati tertiup angin, tidak berguna dan terlupakan.

kau tidak merindukanku, ataukah kau merindukan yang lain?


BROMO, 22 Januari 2014.

A Day in Lego Store Surabaya!

yesterday was actually my grandma's birthday (say happy birthday to her!). today, i went to my grandma's house to calebrate it. it was very fun! i met my cousins there after havent met for months ;-) what a lovely dayyyy<3

after the calebrate, my family and i visited a mall in Surabaya because i wanna watch cinema. but suddenly, my lil brother pulled my hand and run to a Lego Store and screamed "Kak, look over there! Lego! I want to built Legos!". So, yeah, i forgot about the cinema plan and run to the store.

The Lego Store was great. it was bringing me to my childhood which is full of legos. i had two big buckets of pieces of lego that time. such a heaven. truly heaven remembering that kids nowadays prefer gadget/smartphone/ipad/everything-like-that than manual toys. the lego packages... omg i cant even stand my eyes on those things. mommaaaa, i want one!:-(

what a suppppppercute lego people!!

chelfie


look at dat curious faceee



BHAY!