Archive for October 2016

Bandung dan Hujan

Sore itu, hujan turun.
Bandung begitu dingin.
Sedingin hatinya,
Sekaku pendiriannya.
Kenangan menggigil.

Ini akan selesai, batinku.
Mentari akan segera muncul. Pasti.

Lalu,
hujan turun, lebat.
Seperti rindu-rindu yang kusimpan
pada punggungnya
yang kupikir akan mereda,
seperti wanita yang sesenggukan.

Hujan semakin marak,
seperti rindu yang tak lagi mampu dibungkam senyum.


aku adalah kepingan munafik.

semua muka ini; bahagia, melupakan, tertawa, hingga menari di sela-sela hujan,
sia-sia.

rasa ini, yang kubangunkan dinding tinggi-tinggi,
kutekan dengan bebatuan sebesar gunung,
sialnya, terus membelah diri, menggunung,
lalu bertransformasi jadi air.

menenggelamkanku,
dari leher, naik naik,
tiba-tiba pada mulut.
aku bungkam, namamu masih terucap,
meski hanya gumam-gumam, naik naik,
tibalah pada hidung,
aku tidak lagi bisa bernafas, namun
namamu masih terikat pada oksigen-oksigen yang kuhirup
sedetik sebelum air-air ini merendamnya, naik naik,
pada telinga.
aku tidak mendengar, namun suaramu mendengung
memekik ingin pergi. ah!
naik-naik,
air berhenti pada mata.
aku buta, dingin, dan gelap.


naik-naik.
air meninggi, tinggi, tinggi sekali.
tubuhku tidak mampu lagi menahan,
tidak ada lagi perlawanan.
lalu menggenang hingga semua sel tubuhku
memberat, memberat,

hingga aku tidak lagi mengapung,
hingga air tidak tahu akan meninggi sejauh apalagi.

hingga aku hanyalah kepingan munafik yang berusaha naik-naik setinggi rasa yang tidak lagi jadi kendaliku.

"tolong!"

mungkin kamu tidak akan pernah paham bagaimana rindu ini banjir dan meluber pada tawa-tawa yang harusnya ku nikmati. betapa menatap matamu mengundang marah, betapa jarak kita mengundang rindu--yang tidak tahu di mana harus menetap.

ini adalah
tentang arti puisi
yang mereka pikir
bisa di konversi jadi angka!

Omong Kosong!
Omong Kosong!

Puisi itu privasi!
Puisi itu jiwa yang bebas!
Puisi itu udara yang boleh jadi tanah!
Puisi itu burung yang boleh hidup di air!


--lalu dunia ini hilang,
terpecah jadi kata-kata acak,

terlihatlah tubuhnya yang gagah menginjak...
disorot cahaya bulan yang ogah-ogahan.

habis sudah.
habis sudah.

betapa suaramu adalah hal paling saru hari ini.

Siput atau Bayi atau Aku yang Tidur

Satu-satunya rumah yang tersisa adalah tidurku. Diluar itu, badaidan bayangan-bayangan yang mengejar diri sendiri. Aku tidak lagi menunggu. Jendela telah kehilangan cahaya. Langit-langit dan atap dan langit dipenuhi perjalanan dan ketakutan dan bandara.

Kuinginkan ini: selimut warisan ibuku adalah cangkang dan aku melunak jadi bayi. Sudah lama aku jatuh cinta pada hal-hal yang bisa mengajariku mengerti cara berhenti. Telingaku tersumbat dan lamat-lamat cuma kudengar kalimat selamat tidur dari dalam diriku yang baru kembali.

Aku siput dan aku bayi dan aku diselaputi tidur yang damai. Kumakan mimi-mimpiku: kita dan perih lain yang kita kira masa depan dan semua yang cuma andai.

...

Melihat Api Bekerja (M. Aan Mansyur), 2016.

teruntuk kamu, yang sedang tumbang.

hai! dua hari menuju ujian tengah semester, nampaknya.

ada enam mata kuliah yang menunggu untuk diulas.
ada juga hati yang sedang culas.
wah, hati siapa?
kamu yang tau,
wahai yang sedang tumbang.

kemari, kuberi tahu sesuatu.

ada dua hal terpenting di dunia.
pertama, kamu. kedua, sehat.

kamu,
seburuk apapun orang mengutukmu,
kamu tetaplah penting. tetap bagian dari sejarah.
tetaplah seseorang yang pernah diperjuangkan,
yang kamu tahu oleh siapa,
wahai yang sedang bimbang.

kamu,
sebaik apapun jiwamu,
seterang apapun pancaran matamu,
jika tubuh dan jiwamu sakit,
apalah arti pentingnya dirimu?

get better soon, nui. 
midterm is coming so soon.

andai-andai

"kalau saja maaf masih punya arti diantara kita..."

kalau-kalau yang kamu sebarkan akan selalu jadi kamuflase.

andai-andai akan selamanya jadi mimpi yang digantung-gantung hingga habis...

lalu, kita berandai-andai lagi.