Archive for July 2014

Kilau Lampu Itu, Aku Tidak Peduli-



Malam itu, setelah buka puasa bersama teman-teman SMPku, aku dan kamu memutuskan untuk menonton film di bioskop. Malam itu, jalanan Surabaya sangat padat oleh kendaraan-kendaraan yang terburu-buru sampai ke tujuan mereka. Malam itu, aku diam-diam bersyukur kendaraan-kendaraan ini membuat macet jalanan.

Agar aku bisa lebih lama denganmu, pastinya. Agar lebih menyatu dengan bau parfummu yang bercampur dengan wewangian mobilmu. Agar bisa menatapmu lebih lama. Agar bisa menikmati setiap detik engkau menyanyi lagu yang aku tidak mengerti, tapi aku menikmati. Agar semesta membiarkan kita berdua saja terjebak dalam kemacetan ini.

I was laying down my head onto your thighs when you were driving the car. I didn't even care about the people around our car. Aku tidak punya waktu lebih lama untuk melakukan ini. Biarlah mereka menoleh ke arah kaca mobil kita. Mereka tidak akan mengerti rasa rinduku yang (akan) bertumpuk. Mereka tidak akan mengerti.

Dadaku berdegup kencang sambil melihat wajahmu dari atas kakimu. Memperhatikan setiap jengkal wajahmu. Wajah yang akan kusimpan untuk waktu yang lama, selama tidak bertemu denganmu. Wajah yang meneduhkan dikala terik. Wajah yang menenangkan dikala tegang. Wajah yang akan selalu ada dikala dunia menghilang. Betapa tertidur di kakimu adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidupku. 

Tanganmu membelai helai-helai rambutku, menyeka hingga belakang telingaku. Aku merasakan cinta yang tidak henti-hentinya mengalir lewat belaianmu. Tidak peduli berapa pun wanita yang telah kau belai rambutnya, karena yang aku pedulikan adalah yang sekarang kau belai. Gadis yang sangat mencintaimu. Gadis yang akan selalu merindukanmu. Gadis yang nyaman bermanja-manja denganmu. 

Bibirmu mengecup keningku. Aku tak habis pikir bagaimana kamu melakukannya. Aku membuatmu tidak bisa melihat jalanan, right? Tapi, biarlah jalanan itu sekali-kali tidak kau tengok. Mereka sudah banyak yang melirik. Let me be your only sight for now, please? Aku sangat bisa merasakan cintamu yang begitu tulus, dalam, dan hanya untukku (aku harap begitu kenyataannya). 

Akhir-akhir ini aku lebih menghargai waktu bersamamu. Kita berdua tahu bahwa kita akan berpisah jarak untuk waktu yang tidak singkat. Ah, aku tidak pernah tidak sedih mengingat kenyataan itu. Kenyataan yang sudah didepan pelupuk mata. Begitu dekat dan memusingkan. Dan menyedihkan. Dan menyayat. Dan begitu nyata.

Malam itu, malam yang paling indah. Malam yang membuat aku lupa dunia sejenak. Malam dimana kecupan kening yang kamu berikan begitu dalam dan tulus (walaupun setiap kecupanmu adalah tulus, tapi kali ini aku melipat gandakan rasa itu). Malam dimana kemacetan menjadi favoritku. Malam dimana kilau lampu jalanan yang menari-nari mencari perhatian, sama sekali tidak aku pedulikan.

No More ITB Stuffs, This Is The Reality.

Sesuai janjiku berminggu-minggu kemarin, aku akan menuliskan cerita tentang hasil SBMPTN ku.

Gini, ada satu hal yang jadi harapanku sejak SD yang sampai saat ini belum juga tercapai. Sederhana, masuk di sekolah yang bener-bener aku inginkan. Sederhana, tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Lolos SBMPTN bukan sekedar tentang penguasaan materi dan tingkat kecerdasan, tapi lebih tentang keberuntungan.

Aku sangat ingat perjuanganku untuk berlatih soal-soal. Mulai dari TST hampir setiap hari, melahap puluhan soal setiap hari, mengejar materi yang belum paham, beli buku macem-macem, mengerjakan tryout sekuat tenaga berusaha mengerjakan sendiri sampai akhirnya PGku sudah mencapai 42% :'), sampai rela kehujanan cuma agar bisa mengikuti KBM di tempat bimbingan.

Aku sudah terlanjur optimis bisa melalui SBMPTN dengan lancar, sampai akhirnya aku menemukan satu masalah besar. Aku hanya bisa mengerjakan satu soal fisika. Saat itu aku sangat yakin jawabanku benar sampai akhirnya aku tahu bahwa jawabanku salah. Sangat salah. Mengetahui itu, aku menangis senangis-nangisnya. Kecewa, sedih, marah sama diri sendiri. Satu soal fisika itu benar-benar menodai seluruh perjuanganku untuk diterima di ITB (but, no more ITB stuffs for now, sakit hati udah). Kecewa yang bener-bener ga bisa diungkapkan dengan kata-kata. Merasa semua yang aku perjuangkan sia-sia. Pesimis luar biasa. Ngga mungkin ITB, ngga mungkin ITS, ngga mungkin negeri.

Hari demi hari aku lewati dengan pesimis. Aku tidak punya nyali untuk memberitahukan tentang soal fisika itu kepada mamaku atau papaku. Aku belum siap mengecewakan mereka (lagi). Sampai akhirnya mamaku menyelamatkan semuanya. Beliau menyuruhku mendaftar Telkom University. Aku berusaha belajar lebih giat lagi, dan usaha itu berbuah hasil yang membahagiakan. Aku diterima di jurusan Teknik Industri (waaaaa). Saat itu, aku masih berharap ada keajaiban yang bisa membantuku agar bisa diterima di ITB. Aku terus berdoa dan berdoa.

Hari pengumuman itupun tiba. Allah menjawab doaku, aku gagal SBMPTN. Tidak munafik, aku ingin sekali menangis saat itu. But, it doesn't matter at all. Percuma menangis. Inilah kenyataannya. Aku tidak diterima. Namun, aku bersyukur sudah ada cadangan di Telkom University. Alhamdulillahirobbilalamin.

Mungkin jalanku bukan di ITB atau ITS. Mungkin nyamanku bukan di ITB atau ITS. Mungkin baikku bukan di ITB atau ITS. Mungkin sukses ku disini, di Telkom University.

WELCOME COLLEGE LIFE!

because all i see is you

i put on my musics through earphone

but, i don't really hear the musics
because all i hear is your voice

but, i don't really feel the cold of my room
because all i feel is you

but, i don't really know what songs i hear
because all i know is you

but, i don't really see what i see
because all i see is you

but, i don't really feel the ill caused by the earphone stick in my ears
because all causing ill in me is you

but, i don't really happy hearing musics
because all that make me happy is you

but, i don't remember any lyric of the musics
because all i remember is you


HE CANCELED HIS RETURN OMG IM SO SADDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDD:-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-(

Kisah Sepotong Lele Goreng

Hey Hey Heeey! Ramadhan is in da house yeaaaa! Mari tingkatkan amal kebaikan di bulan yang suci ini (yesh!)! Btw, ada satu hal yang paling gampang sederhana yang bisa kalian semua lakukan. Sumpah deh ini sepele alias sederhana banget, tapi jujur susah banget dilakukan. But, i have passed oneeeee! Yippppppy! *nari-nari diatas kasur*

Kejadiannya barusan banget nih. Ceritanya lagi sahur gitu deh. Pukul 3.00 aku udah bangun, tapi adikku masih tidur. Oke, disini kita sekamar. Keluarlah aku dari kamar, dan sampai di meja makan. Aku membuka tudung saji makanan berwarna merah itu, dan.... WALLAAA! makanan yang tersedia hanya sepotong lele goreng dan tauge (+ bumbu pecel of course). Bersyukur luar biasa karena masih ada lele goreng itu. Aku membayangkan nikmatnya lele goreng dimakan dengan nasi hangat yang dilumuri bumbu pecel. Yum! Saat itu aku secara tidak langsung mem-booking lele goreng itu dan berlari ke arah dapur untuk mengambil nasi. Dan datanglah adikku yang berjalan sambil menahan kantuk. Ia mengambil piring secepat kilat dan menyambar magicjar duluan. Okelah, aku biarkan dia mengambil nasi duluan dan ia berjalan sedikit berlari ke meja makan. Lalu, tiba-tiba aku teringat sesuatu... Ya Allah, lele gorengnya! Aku cepat-cepat mengambil nasi dan berlari (tanpa berjalan sedikit pun) ke meja makan. Sedihnya hatiku melihat piring lele goreng yang sudah kosong. Dengan kecewa aku kembali ke dapur dan mengambil soto ayam saja.

Sepanjang aku memakan soto ayam, yang ada dipikiranku hanya lele goreng yang sudah berpindah alih ke adikku. Aku mencoba mengikhlaskannya, tapi aku belum bisa saja. Aku mencoba menikmati soto ayam yang ada di piringku saat ini. Bersyukur karena masih ada makanan ini. Aku sadar tidak semua orang bisa makan enak seperti aku saat ini. Namun, memang tidak mudah mengikhlaskan lele goreng itu. Aku mencoba ikhlas sampai soto di piringku sekarang hanya tinggal kuah.

Aku berjalan ke dapur untuk meletakkan piring kotorku, lalu mengambil segelas air putih. Alhamdulillah, kenyang. Aku sedikit terkejut menyadari bahwa aku sudah tidak memikirkan lele goreng itu lagi, yang berarti aku sudah mengikhlaskannya untuk adikku.

So, guys... Ikhlas itu emang ga gampang. Gila, susah banget sampe kebawa waktu makan soto ayam. Tapi, kalo kita coba terus, lama-kelamaan kita juga bakal ikhlas dengan sendirinya. Rasanya lega banget, ga ada yang ngganjel di hati. Yuk, belajar ikhlas dari hal-hal yang sederhana!

Selamat menunaikan ibadah puasa!:-3